Kinerja Meningkat, Laba Bersih Hingga Oktober 2015 Capai US$1,39 miliar Syukuri HUT ke-58, Pertamina Makin Optimis Jadi Powerhouse Ekonomi Indonesia

Kinerja Meningkat, Laba Bersih Hingga Oktober 2015 Capai US$1,39 miliar Syukuri HUT ke-58, Pertamina Makin Optimis Jadi Powerhouse Ekonomi Indonesia

JAKARTA – PT Pertamina (Persero) bertekad untuk dapat menjadi ‘the true economic powerhouse’  yang berperan dalam  mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan mewujudkan kemandirian dan ketahanan energi nasional.  

 

Hal itu disampaikan Direktur Utama Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto dalam sambutannya pada acara syukuran HUT ke-58 perusahaan di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Kamis (10/12).

 

Dwi Soetjipto mengatakan tantangan besar  akibat penurunan harga minyak dunia dalam setahun terakhir telah sukses di atasi melalui langkah-langkah proaktif, lima strategi prioritas, yaitu (1) Pengembangan sektor hulu; (2) Efisiensi di semua lini; (3) Peningkatan kapasitas kilang dan petrokimia; (4) Pengembangan infrastruktur dan marketing; dan (5) Perbaikan struktur keuangan. Menurut dia, dalam setahun pertambahan usia Pertamina, berbagai keberhasilan sudah dicapai perusahaan dari sektor hulu hingga hilir.

 

“Hal ini tercermin dari beragam proyek yang berhasil tuntas dan mulai beroperasi secara komersial sepanjang tahun ini yang tidak hanya memberikan sumbangsih bagi peningkatan kinerja Pertamina untuk mencapai visi sebagai Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia, melainkan juga berkontribusi besar bagi kemandirian dan ketahanan energi nasional kita sehingga Pertamina dapat menjadi ‘the true powerhouse economic bagi Indonesia,” kata Dwi. 

 

Dia mengungkapkan anjloknya harga minyak dunia berpengaruh terhadap pendapatan di sektor hulu, namun dengan beberapa langkah inisiatif hulu, seperti cost effectiveness, optimalisasi aset dan penciptaan nilai tambah membuktikan hingga akhir Oktober 2015, produksi migas mencapai 584,32 MBOEPD, lebih tinggi 11,3 % pada periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 524,94 MBOEPD.

 

Pertamina tetap giat dalam kegiatan eksplorasi dan Pertamina telah berhasil menambah temuan sumber daya (2C) migas hasil pemboran eksplorasi & deliniasi sebesar 238,06 MMBOE (minyak 93,98 MMBO & gas 834,73 BSCF), hasil ini telah melewati target yang ditetapkan. Temuan terbesar berasal dari lapangan PHE (Tomori dan Nunukan) serta PEP (Puspa Asri & Jati Asri). Penambahan cadangan (P1) migas hasil Plan Of Development (POD), Put on Production (POP) & re-assesment cadangan existing sebesar 46,22 MMBOE (minyak 18,33 MMBO & gas 161,64 BSCF).

 

“Pertamina melalui anak perusahaannya, Pertamina EP, mendapatkan pengakuan  dari SKK Migas sebagai perusahaan terbaik dan agresif dalam melakukan kegiatan survey seismik sebagai upaya dalam melakukan agresif eksplorasi untuk menemukan cadang-cadangan baru bagi Pertamina,” terangnya.

 

Dwi juga menegaskan tidak adanya keraguan lagi soal kesiapan Pertamina untuk mengelola blok Mahakam pascaterminasi pada tahun 2018. Pertamina bahkan yakin bisa meningkatkan produksi mengingat kemampuan Pertamina tidak kalah dengan International Oil Company (IOC) dan National Oil Company (NOC). Pertamina juga telah menambah footprint pengelolaan aset eksplorasi lepas pantai dan unconventional, yaitu Blok Migas Abar (100%), Blok Migas Anggursi (100%) & Blok Migas Unconventional Sakakemang.

 

Pertamina juga mendapatkan momentum positif dengan di Asset Algeria dengan disetujuinya Revise Development Plan (RDP) lebih cepat dari target dan menjadi perusahaan pertama yang mendapatkan persetujuan oleh Pemerintah Algeria. Tahun ini pula Pertamina berhasil melanjutkan ekspansi internasional, yaitu akuisisi saham Murphy Sabah Oil Co  Ltd dan Murphy Sarawak Oil Co Ltd.

 

Di sektor Panas Bumi, Pertamina melalui anak perusahaannya PT Pertamina Geothermal Energy sejak tahun 2009 sampai 2015 produksi setara listrik kumulatif adalah sebesar 2533 Gwh. Pencapaian ini karena telah onstreamnya PLTP Kamojang Unit 5 dengan kapasitas 35 MW serta semakin optimalnya lapangan Lahendong dan Ulubelu.

 

Pertamina juga serius mengembangkan bisnis gas, energi baru dan terbarukan sebagai bisnis masa depan perusahaan. Infrastruktur gas terus bertambah,  seperti Fasilitas Arun LNG Receiving & Regasification Terminal, Donggi Senoro LNG, penambahan aset pipa gas menjadi 1.956 km saat ini, dan akan terus bertambah dengan penyelesaian proyek Belawan-Kawasan Industri Medan-Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei, Pipa Muara Karang-Muara Tawar, dan Pipa Porong-Grati di wilayah Jawa Timur yang akan tuntas pada tahun depan.

 

Infrastruktur retail gas juga terus ditambah untuk mensukseskan program konversi BBM ke BBG, baik dari sumber pendanaan internal maupun APBN.  Sampai saat ini, telah terbangun 34 infrastruktur CNG di Jabodetabek, Surabaya, Semarang, Balikpapan dan Palembang, akan segera masuk 18 unit SPBG tambahan yang dibangun pada tahun ini.

 

Pertamina juga mulai bergerak pada retail LNG dengan mengoperasikan LNG filling station di Plant 26 PT Badak untuk komersialisasi pemanfaatan LNG sebagai bahan bakar kendaraan tambang dan komersial. Pemanfaatan LNG juga dapat dilakukan melalui sinergi Pertamina dan PT Kereta Api Indonesia untuk lokomotif dan genset kereta api.

Pertamina juga mengelola jaringan gas untuk rumah tangga yang kini sudah mencapai ±16.000 Sambungan di Prabumulih, Sengkang, Jambi dan Sidoardjo. Pada bulan Desember 2015 ini Pertamina telah siap untuk melakukan pengaliran gas bagi rumah tangga di wilayah Bekasi, Bunyu, Ogan Ilir, dan Sidoardjo tahap II dengan jumlah ±16.000 Sambungan Rumah tangga.

 

Untuk bisnis EBT, Pertamina telah berkomitmen menggelontorkan investasi sebesar Rp40 triliun untuk pengembangan bisnis Energi Baru dan Terbarukan (EBT), dalam lima tahun mendatang. Pertamina berkomitmen ikut mensukseskan program Pembangkit Listrik PLN 35 GW sebagai Independent Power Producer (IPP).

 

Sementara itu, capaian penting Pertamina lainnya dalam pemenuhan permintaan energi nasional adalah konversi kerosene menjadi Avtur, penuntasan RFCC Cilacap dan pengoperasian kembali TPPI. Dengan pengoperasian dua unit kilang tersebut, mulai Oktober 2015 tidak diperlukan lagi impor HOMC, di mana sebelumnya, Pertamina mengimpor HOMC sebanyak 400 ribu barrel per bulan, pengolahan naphta sekitar 400MB-600MB per bulan menjadi gasoline yang bernilai tambah lebih tinggi sehingga tidak ada lagi ekspor naphta,  memangkas impor Premium hingga 37%, Solar sebanyak 44%, dan LPG sejumlah 12%.

 

Beberapa proyek, seperti Proyek Langit Biru Cilacap (PLBC) senilai US$392 juta, pembangunan Calciner Plant di RU II Dumai senilai US$100 juta, pembangunan TDAE (Treated Distilate Aromatic Extract) dengan Repsol di Cilacap, yang dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan saat ini dalam proses pengerjaan. Baru-baru ini, Pertamina juga telah menantangani HOA Proyek RDMP Cilacap dengan Saudi Aramco US$5,2 miliar dengan target penyelesaian pada tahun 2021. Dalam waktu dekat juga akan dilaksanakan proyek RDMP Balikpapan dengan nilai investasi sebesar US$ 5,5 miliar. 

 

“Project NGRR (New Grass Root Refinery) di Tuban,  direncanakan akan dilakukan Partnership Agreement pada bulan Februari 2016 dengan mitra strategis terpilih. Project NGRR Kilang Tuban mendapatkan dukungan penuh dari Pemerintah, baik dalam bentuk pemanfaatan lahan maupun adanya  Perpres Pembangunan Kilang baru yang diharapkan akan keluar dalam waktu dekat.

 

Pertamina juga terus menggenjot kinerja bisnis hilir yang merupakan etalase perusahaan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Sejumlah inovasi produk berhasil diluncurkan, seperti Pertalite, yang kini tersebar di 1.931 SPBU di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, DKI Jakarta & Jawa Barat, Jawa Tengah & DIY, Jawa Timur & Bali, Kalimantan, Sulawesi. Inovasi juga dilakukan pada produk LPG, yaitu BRIGHT GAS 5,5kg dengan penetrasi pasar secara intensif melalui inovasi layanan home delivery serta online marketing BRIGHT GAS. Varian baru dari BRIGHT GAS.

 

Di  BBM Industri, perusahaan berhasil menjaring pelanggan-pelanggan baru, di antaranya yang terbesar adalah kontrak jangka panjang dengan Adaro hingga 2022, sebesar 550 ribu KL atau setara dengan revenue sekitar Rp3 triliun per tahun. Pertamina juga memperluas dan memperkuat eksistensi Pertamina di luar negeri melalui pengembangan bisnis Bunker Overseas di Singapura, pendirian Pertamina International Timor, SA, serta penambahan 26 lokasi bisnis Avtur di bandara luar negeri. Sebagai upaya untuk mengembangkan bisnis sebagai storage provider, Pertamina telah melakukan upgrading terminal BBM Sambu, yang diharapkan kelak dapat beroperasi sebagai Hyper Terminal BBM dengan kapasitas 835.000 KL.

 

Di sektor Petrokimia, dilaksanakan akuisisi TAC swasta, pembangunan terminal aspal baru dan pengembangan produk Aspal modifikasi sebagai strategi peningkatan market share Aspal. Di lingkup Anak Perusahaan, PT Pertamina Lubricants berhasil melakukan akuisisi perusahaan pelumas di Thailand, Amaco, pada akhir tahun 2014 lalu. Pertamina Fastron telah dipercaya untuk menjadi official lubricants di 129 dealer Lamborghini di seluruh dunia.

 

“Dalam waktu tidak lama lagi, PT Pertamina Lubricants juga akan memulai start up tahap I fasilitas Production Unit Jakarta, dengan total kapasitas sebesar 270 juta Liter per tahun yang dilengkapi teknologi Automatic Batch Blending, In Line Blending, dan Simultaneous Blending. Fasilitas ini adalah yang terbesar di Asia Tenggara dan akan memperkuat strategi kami dalam menghadapi persaingan di pasar pelumas yang sudah terbuka,” katanya.

 

Dwi Soetjipto juga mengungkapkan realisasi kinerja finansial hingga Oktober 2015, di mana efisiensi opex telah mencapai sekitar US$1 milyar, dan marjin EBITDA di pertengahan 2015 telah mencapai 10,76%,marjin tertinggi dalam 3 tahun terakhir dan sangat membanggakan di tengah harga minyak turun hampir 60%.

 

Pertamina juga pertama kalinya melakukan aktivitas lindung nilai (hedging) valuta asing dengan transaksi lebih dari US$400 juta dan menjadikan Pertamina sebagai role model bagi BUMN di Indonesia. Dari sisi pelaporan Keuangan, transparansi dan pelaporan Pertamina telah diakui oleh masyarakat dengan diperolehnya Penghargaan Annual Report Award OJK sebagai BUMN Non Keuangan non-listed terbaik di Indonesia, yang pertama kalinya diraih oleh Pertamina.

 

“Di tengah situasi yang sangat menantang, hingga akhir Oktober 2015 Pertamina mampu melakukan efisiensi sebesar US$1,278 miliar dan berhasil meraih laba bersih sebesar US$1,39 miliar,” ungkap Dwi.

 

Dalam hal pengembangan sumber daya manusia dan organisasi, Pertamina telah menerapkan organization streamlining program yang berfokus bukan hanya dari sisi operational excellence, namun juga bagaimana lebih mengedepankan competitiveness untuk mencapai  business sustainability. Universitas Pertamina juga diharapkan akan mulai beroperasi pada tahun ajaran mendatang sebagai wujud sumbangsih perusahaan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sekaligus memperkuat kapabilitas sumberdaya manusia.

 

Pertamina yang telah mendapatkan izin penyelenggaraan sertifikasi profesi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) pada bulan Desember 2015. Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) saat ini memiliki 10 Tempat Uji Kompetensi yang tersebar di seluruh wilayah operasi Pertamina. Ke depan, LSP Pertamina diharapkan dapat  menjadi profit center bagi perusahaan.

 

Sepanjang tahun 2015, Continuous Improvement Program Pertamina berhasil meraih pengakuan sebagai yang terbaik di tingkat nasional dan internasional yakni di Singapura, Korea, Australia, Jepang, dan Shanghai. Inovasi putra putri terbaik bangsa yang ada di Pertamina ini juga berhasil menciptakan value creation sebesar 10.2 triliun rupiah pada 2015.

 

Pertamina bersama Anak Perusahaan juga mendapatkan pengakuan sebagai yang terbaik dalam pengelolaan lingkungan hidup yang dibuktikan dengan ditetapkannya enam lokasi kerja Pertamina sebagai penerima proper emas (50% dari total penerima proper emas), yaitu PT Pertamina Geothermal Energy Area Kamojang, PT Badak NGL, Terminal BBM Rewulu, PT Pertamina EP Field Subang, PT Pertamina EP Field Rantau dan RU VI Balongan, serta 45 lokasi kerja Pertamina yang berhasil meraih peringkat Hijau atau 42% dari total penerima PROPER Hijau nasional.

 

Pencapaian skor assessment GCG mengalami juga peningkatan signifikan sejak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2004 hingga pencapaian skor terakhir di tahun 2014. Pada 2014 skor GCG Pertamina adalah 94,43.

 

“Bila kita ingin maju, maka kita harus membandingkan Pertamina dengan sesama perusahaan migas dunia, baik dengan International Oil Company maupun dengan National Oil Company. Semoga dengan kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas, Pertamina lebih berprestasi di masa yang akan datang sehingga harapan agar Pertamina dapat menjadi Powerhouse Ekonomi Indonesia dapat terwujud,” tutup Dwi.

Share this post