Kiprah PT Pertamina Geothermal Energy sebagai Penghasil Energi Bersih dalam Clean Development Mechanism

JAKARTA - PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) sebagai perusahaan yang mengembangkan pembangkitan clean energy dan ramah lingkungan mengelola 14 wilayah kerja dengan total kapasitas terpasang sampai dengan saat ini sebesar 617 MW. Dengan kapasitas terpasang sebesar itu, terdapat potensi pengurangan emisi karbon sebesar 2,58 juta ton CO2e/tahun dan sudah masuk dalam mekanisme Clean Development Mechanism (CDM).

Direktur Utama PGE Ali Mundakir menjelaskan, CDM merupakan suatu proyek dengan fungsi menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang dapat bermanfaat secara ekonomi dan dapat mengurangi pemanasan global untuk mendukung pem­bangunan berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia pada Konferensi Iklim PBB tahun 2015 (COP-21) di Paris untuk penurunan karbon emisi sebesar 29% sampai dengan tahun 2030, bahkan memungkinkan sampai sebesar 41% jika mendapatkan dukungan internasional. 
“Hingga saat ini, kami  mengelola tujuh proyek CDM. Bahkan enam  proyek CDM PGE telah terdaftar di United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), yakni  proyek CDM PLTP Kamojang Unit 4, Ulubelu Unit 3 & 4, Lumut Balai Unit 1 & 2, Lumut Balai Unit 3 & 4, Kamojang Unit 5 serta Karaha Unit 1. Sedangkan untuk Proyek Lahendong Unit 5 & 6 sedang dalam proses registrasi pada mekanisme voluntary carbon,” jelasnya.

Ali menegaskan, upaya PGE dalam meningkatkan manfaat terkait dengan pengurangan emisi karbon tidak berhenti pada terdaftarnya proyek CDM PGE di UNFCCC. “Dalam pelaksanaannya, kami berupaya agar kredit karbon dapat memiliki kualitas lebih baik, kompleksitas yang tinggi dan memberikan manfaat bagi pembangunan berkelanjutan. Hal ini diperoleh dengan mengupayakan kredit karbon mencapai Gold Standard/GS (atau sekarang disebut sebagai Gold Standard for the Global Goals) berdasarkan benchmark dari Gold Standard Foundation. Bahkan kami berhasil mendaftarkan lima proyek CDM sebagai CDM Gold Standard yang merupakan proyek CDM Gold Standard pertama di Indonesia,” imbuhnya.

Selain itu, PGE juga telah mendaftarkan proyek CDM-nya menggunakan mekanisme yang bersifat voluntary yakni Verified Carbon Standard atau VCS.  Mekanisme VCS merupakan alternatif pengembangan kontribusi pengurangan emisi karbon, khususnya pada pasar voluntary dengan tetap mensyaratkan adanya kontribusi terhadap aspek lingkungan dan sosial selain aspek potensi penurunan emisi.

Dengan potensi karbon kredit yang telah dicapai tersebut, dan mempertimbangkan tingkat kepedulian negara-negara di dunia yang semakin meningkat terhadap pemanfaatan energi bersih dan pengurangan emisi karbon, PGE berharap pasar CDM bisa lebih baik dan lebih stabil pada tahun-tahun mendatang, sehingga potensi karbon kredit PGE dapat dikomersialisasi dengan lebih baik. 

“Sebagai contoh, pada periode monitoring 16 Desember 2010 sampai dengan 28 Februari 2011 untuk CDM Kamojang 4, potensi pengurangan emisi karbon yang telah diterbitkan dalam bentuk Certified Emission Reduction (CER) dan telah berhasil dikomersialisasikan sebesar  92.691 ton CO2e. Pada waktu itu,  harga CER per ton CO2e sekitar 4-14 Euro. Hal ini menjadi prestasi tersendiri bagi PGE karena menjadi anak perusahaan Pertamina yang pertama kali berhasil mendaftarkan proyek CDM dan berhasil menerbitkan sertifikat Emission Reduction,”  pungkas Ali.

Dalam perkembangan beberapa tahun belakangan ini, pasca berakhirnya Protokol Kyoto pada tahun 2012, beberapa kebijakan terkait perubahan iklim dari  beberapa negara telah mempengaruhi Pasar Kyoto dan memberikan dampak tertekannya harga karbon kredit. Namun bagi PGE kondisi tersebut dipandang sebagai sebuah tantangan untuk tetap berupaya memberikan kontribusi terbaik dalam aspek penurunan emisi karbon, dengan tetap aktif dan berkomitmen menjalankan seluruh Proyek CDM yang tersebar di berbagai wilayah kerja PGE.•PGE

Share this post