Diskusi Lapangan Potensi Migas Kawasan Majalengka – Banyumas



JAKARTA – Tentu tidak semua orang memiliki kemampuan dan kepakaran dalam menemukan migas. Hanya mereka yang menekuni profesi bidang ekplorasi migas saja yang mempunyai keahlian dalam mencari dan menemukan cadangan-cadangan migas, baik di darat (onshore) maupun di lepas pantai (offshore).

Penemuan cadangan baru hidrokarbon di era modern sangat ditentukan oleh kemampuan para explorationist ketika mengamati dan menganalisis berbagai data jejak geologis, yang tersimpan dalam bebatuan pembentuk lapisan kulit bumi puluhan juta tahun silam. Seperti fakta di sepanjang operasi hulu migas di Pulau Jawa yang menunjukkan bahwa wilayah Jawa Barat Utara dan Jawa Timur Utara merupakan dua kawasan utama penghasil migas di Indonesia.

Hal tersebut berbeda dengan daerah Jawa Tengah, meski banyak dijumpai rembesan minyak di permukaan, khususnya di daerah Majalengka – Banyumas, namun kegiatan eksplorasi hidrokarbon di kawasan tersebut masih sedikit dilakukan. Termasuk beberapa pengeboran sumur taruhan (wildcat) hasilnya juga kosong. Pasalnya, data eksplorasi di kedua wilayah itu sangat minim karena tertutup batuan produk gunung api (batuan vulkanik) yang berumur Paleogen (antara 65 - 23 juta tahun lampau) hingga Resen (10 ribu tahun lalu - sekarang).

Pakar geologi regional dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Awang H. Satyana mengatakan, berdasarkan konsep eksplorasi prospek hidrokarbon di daerah Majalengka – Banyumas dikategorikan sebagai subvolcanic play concept. Kondisi yang sama juga ditemukan di daerah Banten (Jawa Barat) dan Serayu Utara (Jawa Tengah).

Terdorong oleh fakta rembesan minyak tersebut, Pertamina Upstream Technical Center (UTC) pada 29 - 30 April 2019 mengadakan Geological Field Trip (GFT) and Class Discussion (CD) dengan tema: Disclosing Unexplored Petroleum Potensials of Sub-Volcanic Majalengka-Banyumas. Kegiatan tersebut diikuti oleh 31 orang geoscientist terdiri atas wakil-wakil dari UTC, Fungsi Eksplorasi Pertamina Hulu, Pertamina EP (PEP), Pertamina Hulu Energi (PHE), Pertamina Hulu Indonesia (PHI), Pertamina Internasional EP (PIEP), Pertamina Riset & Technology Center (RTC), dan Universitas Pertamina (UP). Bertidak selaku instruktur dan field trip leader adalah Awang H. Satyana (SKK Migas). Selain itu, diskusi baik di lapangan maupun pada sesi dalam kelas diperkaya dengan paparan tambahan serta komentar Doddy Priambodo (Mantan SVP Eksplorasi Pertamina Hulu).

"Melalui pengamatan dan diskusi selama field trip berjalan, para peserta diharapkan mampu membuka wawasan dan mendalami petroleum system daerah Majalengka – Banyumas yang kaya rembesan minyak (oilseep) namun tertutup batuan vulkanik, memahami prospek serta resiko ekplorasi hidrokarbon dengan play sub-volcanic petroleum system,” jelas Awang mewartakan pesan-pesan manajemen UTC kepada para peserta field trip.

Lebih lanjut Awang menyampaikan, field trip ini juga dimaksudkan untuk menyegarkan kembali pengetahuan dan kemampuan peserta dalam pengamatan geologi lapangan, paham tentang tatanan geologi regional P. Jawa, serta memiliki kapabilitas dalam memberikan rekomendasi strategi eksplorasi untuk kawasan tengah dan selatan Pulau Jawa.

Pada hari pertama rombongan field trip mengunjungi 2 titik pengamatan, yakni lokasi rembesan minyak sebelah barat Gunung Kromong, Palimanan (Majalengka) dan lokasi pengeboran eksplorasi minyak perdana di Indonesia, sumur Maja – 1 atau Tjibodas Tangat – 1.

Menurut Awang, rembesan minyak di sebelah barat Gunung Kromong merupakan rembesan minyak terbesar yang pernah disaksikannya. Rembesan itu aktif keluar hingga ke permukaan. “Kelihatannya faktor hidrotermal atau adanya air panas dari sesar di sekitarnya telah membantu aktivitas rembesan tersebut,” ucap Awang kepada peserta field trip di lokasi rembesan.

Awang mengaku secara volume rembesan minyak Gunung Kromong itu cukup signifikan. “Artinya, di bawah sana sangat boleh jadi ada sistem petroleum yang aktif. Hal tersebut merupakan peluang dan tantangan untuk para eksplorasionis Pertamina,” imbuh Awang mengutarakan analisisnya.

Sementara di sumur Maja – 1 / Tjibodas Tangat – 1, Majalengka (Jawa Barat) yang pernah dibor pada Desember 1871, Awang menerangkan, para peneliti terdahulu pernah melakukan analisis geokimia terhadap contoh minyak yang diambil dari rembesan-rembesan di area Majalengka, ini. “Hasilnya, diketahui bahwa minyak tersebut berasal dari batuan serpih lingkungan transisi-delta yang berumur Miosen Awal (sekitar 33 – 16 juta tahun silam) atau setara dengan Formasi Talang Akar,” jelas Awang.

Menurutnya, rembesan minyak di Gunung Kromong pun kemungkinan besar dari serpih Talang Akar juga. Untuk mengomfirmasikannya, peserta field trip mengambil contoh (sampling) minyak ini guna dilakukan analisis geokimia.

Di hari kedua, peserta field trip melakukan peninjauan ke lokasi rembesan minyak bumi di Desa Cipari, Banyumas (Jawa Tengah). Para peserta juga mengambil contoh minyak dari rembesan di Cipari, Banyumas (Jawa Tengah) untuk diteliti lebih lanjut.

Di ujung ulasannya, Awang menyebutkan begitulah tugas para eksplorer mencari perangkap minyak dalam lapisan perut bumi. Mereka perlu merekonstruksi berbagai peristiwa dan jejak geologi, serta dampaknya terhadap keberadaan hidrokarbon. Rekonstruksi harus berbasis data yang berhasil dikumpulkan baik dengan metode gayaberat, geologi, geokimia, seismik, maupun pengeboran terdahulu.

"Dengan data-data itu mereka harus merekonstruksi evolusi geologi secara komprehensif dan implikasinya atas keberadaan petroleum di suatu daerah. Akhirnya, mereka memutuskan di area mana lokasi titik bor taruhan (wildcat) harus diletakkan untuk membuktikan bahwa migas memang ada di bawah sana,” pungkas Awang menutup diskusi di kebun dekat lokasi rembesan minyak bumi Cipari, Banyumas. *DIT. HULU

Share this post