Pertamina DPPU Ngurah Rai Inisiasi Sekolah Inklusi Lanjutan untuk Anak-anak Kolok Bengkala


BALI- Siapa yang tidak kenal dengan Pulau Dewata Bali? Pulau Seribu Pura ini memiliki satu desa unik yang berada di Kabupaten Buleleng, Desa Bengkala namanya. Sebagian kecil masyarakatnya memiliki keterbatasan tuna rungu dan wicara. Orang lokal menyebutnya sebagai 'kolok". Keterbatasan tersebut tidak menjadi halangan untuk anak-anak 'kolok' di sana mengenyam pendidikan.

Sejak tahun 2007 didirikan sekolah inklusi pertama dan satu-satunya di Bengkala untuk jenjang Sekolah Dasar (SD). Tidak ada bedanya dengan sekolah lain, di sekolah ini menggunakan kurikulum reguler seperti sekolah pada umumnya.

"Awalnya anak-anak kolok belajar baca, tulis, berhitung (calistung) di rumah saya. Lalu sejak tahun 2007 mulailah anak-anak kolok belajar di sekolah umum. Akan tetapi hanya sebatas jenjang SD sehingga banyak tamatan SD yang tidak melanjutkan pendidikan," tutur Ketut Kanta sebagai tokoh Desa Bengkala.

Mengetahui kondisi tersebut, Pertamina melalui DPPU Ngurah Rai membuat program Sekolah Inklusi Pra SMP bersama Forum Layanan IPTEK Masyarakat (FlipMas) Indonesia. Program ini dibuat sebagai bentuk kepedulian Pertamina terhadap warga kolok.

"Banyak alasan dicanangkannya program ini. Pertama karena dari warga kolok banyak yang putus sekolah khususnya tamatan SD inklusi. Kedua, selain karena ekonomi yang kurang, letak sekolah SMP jauh dari desa ini. Ketiga, sekolah non formal ini dilaksanakan karena banyak dari para kolok yang sebagian besar waktunya digunakan untuk bekerja sebagai buruh kasar sehingga mereka hanya bisa sekolah saat sore hari. Terakhir, karena masyarakat kolok banyak yang tidak bisa calistung sehingga sering ditipu orang. Oleh karena itu dengan sekolah ini diharapkan dapat meningkatkan pendidikan masyarakat kolok," papar Ajar Darmawan Spv. HSSE DPPU Ngurah Rai saat ditemui sedang melakukan evaluasi program tersebut di Desa Bengkala, Bali (4/9/2018).

Ketut Kanta merupakan tokoh penggerak atau tokoh dibalik anak-anak Kolok untuk mau melanjutkan sekolah. "Anak-anak kolok itu berbeda dengan orang biasa, dari segi emosi berbeda. Jadi harus diperlakukan secara khusus, tidak boleh dipaksa. Kami mendatangi rumah kolok secara langsung untuk mengajak mereka belajar pelan-pelan," ungkap Kanta.

Kanta sangat bersyukur dengan adanya program Sekolah Inklusi Pra SMP.

"Ya banyak perubahan setelah adanya program ini. Biasanya orang kolok mengatakan "saya malu" saat bersosialisasi atau belajar. Sekarang orang kolok sudah bisa belajar seperti masyarakat umumnya. Saya berterima kasih kepada Pertamina dan FlipMas yang sudah membuat program ini," tambah Kanta. *INDAH

 

Share this post