How Green?

How Green?

Kendaraan listrik (electric vehicle/EV) akan merubah pasar kendaraan global. Penjualan kendaraan listrik tahun ini diperkirakan akan mencapai 1,6 juta, naik dari hanya beberapa ratus ribu saja pada tahun 2014. Seiring dengan perkembangannya, banyak pihak yang mempertanyakan apakah EV benar-benar bebas emisi. EV memang tidak mengeluarkan emisi karbon saat digunakan, namun rantai produksi EV dan siklus pengunaannya masih belum lepas dari emisi karbon dan masalah lingkungan yang lain. 

Proses produksi EV memakan energi dua kali lebih banyak daripada produksi kendaraan konvensional, terutama dalam produksi baterai lithium. Produksi baterai menggunakan banyak energi, dari ekstraksi bahan baku hingga listrik yang dikonsumsi dalam proses produksinya. Penambangan logam dan bahan yang digunakan dalam baterai, seperti lithium dan grafit, sebagian besar masih menggunakan bahan bakar fosil yang berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca. Selain isu emisi, perusakan lingkungan serta praktek penambangan yang beretika, juga menjadi isu yang juga disoroti.

Dalam penggunaannya, EV bergantung pada energi listrik untuk pengisian baterainya. Namun, tidak semua listrik dihasilkan dari pembangkit yang bersumber dari energi bersih, seperti dari batu bara, yang menghasilkan emisi karbon dioksida yang tinggi. Contohnya seperti di China, walau Pemerintahnya menggenjot penggunaan EV secara luas, namun pembangkit listriknya sebagian besar masih menggunakan batu bara.

Lebih jauh, potensi bahaya dari bahan kimia yang terkandung dalam baterai EV, akan menimbulkan tantangan lingkungan yang signifikan. Misalnya, komponen baterai beracun atau korosif seperti timbal, kadmium, merkuri, dan asam sulfat, memiliki risiko terhadap air dan tanah jika baterai tidak dibuang dengan benar. Demikian juga dengan lithium yang juga beracun, mudah bereaksi dan mudah terbakar, sehingga menimbulkan tantangan tambahan untuk mengelola baterai yang sudah masuk akhir masa pakai. Namun, tingginya biaya daur ulang baterai lithium dibandingkan dengan rendahnya nilai material yang dapat diambil dan digunakan kembali, menjadi hambatan bagi pertumbuhan industri daur ulang ini. 

Memanfaatkan potensi hijau EV membutuhkan lebih dari sekedar meningkatkan produksi, diperlukan sistem dan infrastruktur yang mendukung untuk menjadi benar-benar hijau.

Share this post