Pertamina Tidak Ekspor Gas Elpiji

Pertamina Tidak Ekspor Gas Elpiji

Jakarta -  Mengapa harga Epiji 12 kg harus mahal? Padahal katanya Indonesia kaya gas dan Elpiji kita diekspor ke luar negeri. Ke­napa tidak dihentikan ekspornya dan penuhi dulu kebutuhan dalam negeri?  Pertanyaan itu banyak dilon­tarkan ibu rumah tangga, pedagang makanan, pemilik restoran, pejabat pemerintah hingga politisi di Senayan menyikapi kenaikan harga Elpiji 12 kg.

 

Rentetan pertanyaan itu muncul karena sejatinya masya­rakat kurang mema­hami perbedaan produk gas alam dan peruntukannya. Gas dari perut bumi itu se­akan tinggal dikeluarkan, dik­emas dan langsung bisa dipakai sebagai bahan bakar bernama LPG.

 

Produk yang dimaksud sebagai ‘LPG yang diekspor’ itu adalah LNG (Liquified Natural Gas) alias gas alam yang dicairkan. Dengan proses pendinginan ekstrim, gas hasil produksi dari perut bumi itu dikondensasikan menjadi cair. Pada umumnya LNG disimpan dengan temperatur yang sangat rendah, yaitu minus 1400 celcius dengan tekanan 17 bar.

 

Proses ini dilakukan untuk kemudahan pengangkutan dengan kapal tanker misalnya, yang juga didesain khusus supaya bisa membawa LNG secara aman melewati ribuan mil rute pelayaran. Jika gas alam itu akan diekspor ke negara yang berbeda pulau atau harus menyeberang lautan misalnya ke Jepang maka Natural Gas akan disimpan dalam bentuk LNG dan dikapalkan. “Indonesia pernah dikenal sebagai negara eksportir LNG terbesar di dunia. Namun seiring menurunnya cadangan sumber gas alam, Indonesia harus bersaing dengan negara-negara Timur Tengah, Asia Tengah dan Australia yang juga mengembangkan LNG dengan cukup pesat,” kata Vice President Corporate Communication  Pertamina Ali Mundakir.

 

Turunan produk gas yang sesungguhnya lebih dekat dengan LNG adalah gas alam terkompresi (compressed natural gas/CNG) karena memiliki material hydrocarbon yang sama dengan komponen utama C1 dan C2 (methane dan ethane).

 

Perbedaan keduanya juga terkait dengan cara penyimpanannya. CNG disimpan dalam bentuk gas dan di-compress (ditekan) dalam kondisi tekanan yang tinggi hingga sekitar 200 bar. Gas alam tersebut bisa disalurkan dan dipindahkan lewat daratan dengan meng­gunakan pipa.  Hal itu dilakukan di Eropa yang mengimpor melalui jaringan pipa CNG antarnegara yang bersumber dari negara-negara pecahan Uni Soviet dan Jepang.

 

Sementara, gas yang dipakai masyarakat kita ada­lah bahan bakar cair (liquified petreloum gas/LPG) yang terdiri atas ma­terial hidrokarbon dengan komponen rantai carbon lebih banyak yaitu C3 dan C4 (propane dan butane).  “Kita memang masih mempunyai sumber gas alam (termasuk Elpiji di dalamnya), namun sebagian sudah mulai menurun seperti Arun dan Bontang,” ujar Ali. Sedangkan lapangan gas baru seperti Tangguh dan Natuna sudah memiliki komitmen buyer di luar negeri.• TIMENERGIA

Share this post