Gelar EOR Agar Produksi Tetap Berkibar

Gelar EOR Agar Produksi Tetap Berkibar

Hulu _EOR_BaliBali – “Sebagian besar la­pangan yang kita kelola baik di PEP (Pertamina EP) ataupun PHE (Pertamina Hulu Energi) adalah lapangan tua yang sudah mature,” cetus Syamsu Alam, Direktur Hulu Pertamina saat memberikan arahanya pada acara Pertamina Annual EOR Meeting di Bali (2-4/12/2015). Oleh karenanya menurut Alam, sudah tidak tepat jika engineer Pertamina hanya fokus melakukan ke­giatan-kegiatan yang sifat­nya primary recovery. PT Pertamina (Persero) sebagai satu-satunya National Oil Company (NOC) ikut ber­tanggung jawab dalam mem­bantu ketahanan energi nasional khususnya minyak. Penambahan cadangan mi­nyak sedang menjadi fokus utama Pertamina khususnya Direktorat Hulu dalam upaya memenuhi kebutuhan minyak mentah yang semakin me­ningkat di Indonesia. Beralas­kan kebijakan tersebut ma­ka Enhance Oil Recovery atau yang lebih dikenal de­ngan istilah EOR menjadi pro­gram unggulan dalam meningkatkan produksi.

 

Saat ini Direktorat Hulu, sebagai operation holding dari kegiatan seluruh anak perusahaan Pertamina yang bergerak di bidang bisnis hulu minyak dan gas, terutama jajaran PEP dan PHE diminta commitment-nya untuk memaksimalkan manajemen produksi lewat kegiatan EOR.  Masalah klasik yang dihadapi selama ini dalam mengembangkan EOR di Pertamina adalah tidak pernah fokus menuntaskan salah satu, dua, atau tiga dari proyek-proyek pilihan untuk EOR. Karena itu berbagai cara telah dilakukan, mulai dari menentukan pilot project hingga membentuk organisisi yang bertugas mengawal jalannya program EOR. “Hal yang harus kita lakukan se­karang adalah Action! setelah kita menyamakan per­sepsi bahwa EOR adalah merupakan jalan yang harus ditempuh Pertamina untuk mencapai target produksi 1,9 barrel oil equivalent per day (BOEPD) pada 2025 men­datang,” tegas Alam.

 

Lebih jauh Alam men­jelaskan, EOR adalah metode tahap lanjut yang dilakukan untuk menguras sisa minyak yang masih tertinggal di su­mur produksi karena re­servoirnya telah mengalami depleted. Caranya, dengan menginjeksikan material beru­pa cairan, gas, atau cam­puran kimia tertentu ke da­lam reservoir. Metode EOR ini dilakukan setelah tahap perolehan pertama (primary recovery) tidak mampu lagi mengambil sisa minyak yang terdapat di dalam batuan re­servoir. “Jika kita membaca laporan cadangan di PEP maupun PHE maka terlihat remaining reserve Pertamina ma­sih cukup bagus, diban­dingkan dengan temuan eks­plorasi yang prospek siap bor­nya hanya berukuran se­kitar 5-15 juta barel,” jelas Alam. Cadangan tersisa itulah yang harus dijadikan target, karena cadangan hidrokarbonnya memang terbukti keberadaannya. Kondisi tersebut, berbeda dengan eksplorasi yang masih bersifat spekulatif, meraba-raba keberadaan minyak berdasarkan interpretasi ber­bagai data jauh di bawah permukaan, dan masih me­miliki risiko  belum tentu ber­hasil.

 

Menjawab tantangan ter­sebut, Pertamina untuk saat ini akan fokus pada 3 proyek waterflood, yaitu di Lapangan Tanjung (Kalimantan Selatan), Jirak (Sumatera Se­latan), dan Rantau (Sumatera Uta­ra). Untuk dikerjakan hingga tuntas, supaya  dapat dike­tahui benar bagaimana me­laksanakan kegiatan EOR dari A sampai Z. “Jika praktiknya sudah dikuasai, diharapkan model eksekusinya bisa di­replikasi ke lapangan lain yang memungkinkan,” ung­kap Amran Anwar, SVP Upstream Development & Technology.

 

Langkah tersebut, akan dilanjutkan dengan meng­identifikasi 25 struktur yang memiliki kumulatif sisa original oil in place (OOIP) sebesar 3,8 miliar barel. Pada 25 struktur, itu akan diimplemetasikan metode EOR baik waterflood, maupun dengan media alkaline surfactant polymer (ASP) atau CO2 flooding. “Targetnya tidak muluk-mu­luk, yakni sekitar 64 ribu barel per hari pada 10 ta­hun ke depan, dengan rin­cian PEP menyumbang 38 ribu MBOPD, PHE 23 MBOPD, dan PEPC sebanyak 4 MBOPD,”  tutur Amran mengu­rai rencana.

 

Menurut Amran, pelak­sanaan EOR di Pertamina diterapkan dalam koridor best petroleum practice, Pertamina Upstream Development Way khusus EOR (PUDW EOR), Integrated Project Management Practices, dan sistem monitoring serta kontrol berbasis informasi teknologi. Nantinya, aktifitas implementasi operasi EOR akan berada di bawah kontrol Direktur Pengembangan di setiap Anak Perusahaan Hulu (APH).

 

Meski demikian, ber­hu­bung kegiatan EOR sebagian besar masih dalam tingkat studi, Amran berharap agar Upstream Technology Center (UTC) mengambil peran penuh. “Dengan begitu, kegiatan ini tidak menjadi beban APH yang telah disibuki oleh kegiatan produksi rutin,” ujar Amran meggambarkan posisi UTC dan kegiatan EOR di Pertamina.

 

Sesuai dengan kondisi sifat reservoir masing-masing lapangan yang akan di-EOR-kan, setidaknya terdapat empat metode EOR yang akan diterapkan di Pertamina, khususnya PEP yaitu: waterflood, surfactant, polymer, dan CO2 flooding. Adapun ukuran cadangannya mulai dari 50 juta stock tank barrel (MMSTB) hingga le­bih dari 200 MMSTB. Pa­da umumnya, batuan reser­voir dari sumur-sumur yang akan di-EOR adalah batu­pasir dengan lingkungan pengendapan fluvio-deltaic, coastal, dan fluvial. Untuk itu penguasaan teknologi mutlak adanya. Dari pertimbangan tersebut, saat ini UTC sedang membangun laboratorium yang dapat menampung seluruh aktivitas penyusunan formula bahan kimia yang sesuai  bagi kegiatan EOR yang berbasis chemical. Oleh sebab itu, kegiatan la­boratorium yang selama ini dilaksanakan di berbagai perguruan tinggi seperti ITB, UGM, IPB, dan UPN akan ditarik ke Laboratorium EOR milik UTC yang diharapkan mulai beroperasi pada Januari 2016.

 

“Kita harapkan dengan adanya laboratorium ini akan mengakselerasi kegiatan EOR di Pertamina,” ucap Amran op­timis.•DIT.HULU

Share this post